Pages

Friday, February 22, 2008

Pasar Tradisional vs Hypermarket

Hampir enam tahun menghuni Bogor tercinta sebagai mahasiswa rantau dari daerah telah memberi banyak pengalaman dan pelajaran. Selain itu, gw juga merasakan perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekitar gw tepatnya di wilayah Bogor. Yang paling menonjol dan menarik perhatian gw adalah betapa pesatnya pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan, terutama yang skala besar seperti hypermarket.

Beberapa tahun lalu supermarket menjadi semacam 'idola' masyarakat dalam berbelanja. Tetapi beberapa tahun ini mulai digeser pamornya oleh yang namanya hypermarket. Namanya juga hyper, tentunya lebih luas-lebih lengkap-lebih besar-dll dibandingkan dengan supermarket. Keberadaannya pun semakin menjamur dimana-mana. Di wilayah Bogor aja sudah ada 4 hypermarket yang sudah berdiri dan satu lagi dalam proses pembangunan.

Fenomena ramainya hypermarket ini tentu aja berdampak besar bagi iklim usaha disekitarnya. Aroma persaingan pun gak bisa dipungkiri makin tajam. Yang paling gampang kena imbas adalah pedagang-pedagang kecil dan menengah yang kurang (bukan tidak bisa) bersaing dengan pemilik modal besar. Bayangkan saja, sebagian besar hypermarket di Bogor jaraknya tidak sampai 1 km dengan pasar tradisional. Gaya hidup masyarakat kini mulai berubah, yang tadinya berbelanja di warung dekat rumah kini tidak lagi, yang tadinya membeli bahan makanan di pasar beralih ke hypermarket.

Pertumbuhan minimarket, supermarket bahkan hypermarket yang notabene bermodal amat besar semakin lama kian mengancam kehidupan pedagang kecil dan menengah. Dengan modal yang besar, para pengusaha punya 'kekuasaan' yang besar pula untuk mengendalikan produsen bahkan pasar. Kenaikan-kenaikan harga yang terjadi selama tahun 2007 mungkin saja merupakan ulah para pengusaha ini. Tidak bermaksud menuduh, tetapi pada kenyataanya yang terpukul atas kenaikan harga biasanya pedagang-pedagang tradisional sedangkan pengusaha retail sebagian besar tenang-tenang saja (bahkan ada yang ngasih harga lebih murah).

Ada banyak perdebatan mengenai pasar tradisional ama pasar modern (which mean hypermarket). Sebagian orang lebih memilih hypermarket yang lainnya masih memilih pasar tradisional. Pendapat Kak Ratna Sarumpaet di Silat Lidah 220208 patut direnungkan ama kita, dan secara pribadi gw sepakat sekali. Beliau berpendapat sebagai masyarakat yang cerdas harusnya tetap mempertimbangkan (kalau gak mau dibilang memaksa) pasar tradisional sebagai pilihan. Jangan hanya perpatokan pada kenyamanan pribadi saja, tetapi lihat juga efek tindakan kita tersebut. Dengan tetap berbelanja di pasar tradisional secara gak langsung kita membantu meningkatkan taraf hidup para pedagang kecil ini.

Negara yang baik adalah negara yang menciptakan peluang kerja yang luas bagi rakyatnya. Usaha kecil dan menengah harus mendapat prioritas pemerintah kalau ingin mengurangi angka kemiskinan. Masyarakat yang produktif akan berdampak positif pada pembangunan, bahkan dapat mengurangi angka kriminalitas. Seribu warung kecil akan lebih baik daripada sebuah hypermarket. Seribu warung kecil akan memberikan dampak yang besar pada masyarakat dibanding sebuah hypermarket.

Regards,
Eny Widiya

0 comments: